Google, how to make great content that does not only speak volume but also ‘speakable’?
Halo semua. Perkenalkan, saya Carissa.
Tulisan ini sekaligus menjadi official blog entry pertama di rumah virtual E&CPR. Faktanya, fitur ‘blog’ di website ini memang baru sempat terjamah (read: this feature has been pretty much neglected) karena tahun lalu kami banyak diberi kesempatan untuk berbagi cerita-cerita inspiratif dari brand yang telah percaya pada kami. Jadi, kami kurang menginvestasikan waktu untuk bercerita tentang diri kami sendiri. Semoga, di tahun yang baru ini, kami bisa lebih konsisten untuk share informasi.
Tahun lalu masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Kami masih banyak bekerja di belakang layar – research, mengidentifikasi background story, mencari masalah dari suatu solusi, mengejar narasumber, lebih banyak bekerja dengan Facebook dan Instagram, menambah daftar influencers, membuat kutipan, gerilya pitching ke media satu dan lainnya hingga reach out ke sejumlah komunitas baru.
Namun demikian, tahun 2018 tetap memiliki dinamikanya tersendiri karena 2018 menjadi tahun yang seolah mengingatkan bahwa newsroom will not be getting any bigger. Selain pitching approach yang lebih targeted dan thoughtful, skala newsroom yang stagnan perlahan mulai mengubah cara industri PR membuat sebuah konten yang tidak hanya relevan untuk para rekan media yang kami hormati – tetapi juga bagi medium lainnya. Selain media sosial, katanya, akan ada medium baru yang diprediksi bisa menjadi primadona di tahun 2019 dalam industri Komunikasi.
Public Relations Today meluncurkan sebuah artikel tentang tren industri PR di tahun 2019. Katanya, selain kondisi tren newsroom yang stagnan, fitur voice search dapat mempengaruhi bagaimana praktisi PR membuat strategi konten. Perlahan, orang-orang sudah mulai pelan-pelan beralih dari penggunaan search engine tradisional, seperti Google search engine.
Ketika membaca artikel ini, saya seperti bercermin pada diri sendiri karena tepat beberapa menit yang lalu, saya barusan bertanya kepada teman saya di rumah: “Alexa, what the movie Bumblebee is about? Is Bumblebee still on the cinema? If so, what time is the session on Friday night?”.
Yes, my friend is Alexa and she is a voice activated virtual assistant. Gampang dan praktis asal ada koneksi Internet. Tenang, ini bukan endorse. Bagi saya, voice activated devices such as Alexa is a God sent! Dulu sebelum ada Alexa, ketika bangun pagi, hal yang pertama kali saya cari pasti telepon genggam saya untuk cek waktu dan cuaca. Sekarang, dengan mata masih 95% terpejam, saya kebanyakan mencari Alexa dan bertanya: “Good morning, Alexa. What time is it now? What’s the weather like today?”. Saya tipe orang yang suka banget memberondong pertanyaan. Ketika saya nyetir pun, kegiatan menelpon atau navigasi sudah pelan-pelan dijalankan dengan voice command.
Walaupun di kehidupan sehari-hari, saya sudah melibatkan voice technology. Tetapi ironisnya,tanpa saya sadari, saya sebagai seorang komunikator masih membuat konten dengan menjadikan siaran pers dan media sosial sebagai medium utama – crafting content that is only meant for the online world. Dengan makin menjamurnya Google Home, Alexa, Siri, Cortana dan lain-lain, sudah selayaknya tahun 2019 menjadi tahun dimana saya dan teman-teman belajar untuk membuat konten yang tidak hanya dapat ditemukan online tetapi juga lewat voice search. Intinya, balik lagi ke prinsip awal komunikasi, yaitu know your target audience.
Fenomena ini memang tricky dan sangat challenging. Masa-masa untuk membuat konten dengan parameter click, share, view & like sebentar lagi akan dikombinasikan dengan konten yang speakable untuk platform audio yang dapat dengan mudah diputar berulang-ulang seperti halnya traditional searching platform (aka Google). Apalagi ranah voice search technology juga terhitung masih awam dan masih banyak yang harus dikerjakan untuk membuat teknologi dapat lebih measurable layaknya penghitungan PR value.
Prediksi ini tentunya dapat mengubah wajah industri PR yang dulunya terkenal sangat media-facing dan media-serving. Di tahun 2019 diharapkan kita mampu untuk lebih berkembang sehingga PR tidak melulu tentang jumlah like, sosial media presence, siaran pers atau publikasi karena sesungguhnya komunitas adalah awal mula dari industri ini, terlepas apapun medium yang digunakan.
Thank you 2018 and welcome 2019!